Selasa, 26 Mei 2009

Tahun Baru

Tahun Baru


Aku mau ada perempuan untukku
Aku untuk perempuanku.

Itulah harapanku tahun ini. Ketika detik mengubah waktu menjadi 1 muharram aku berdoa dengan bertelanjang dada. Menghadap utara dan mulai memasang earphone. Ku tekan play pada lagu yang telah ku pilih dan ku susun secara dramatis untuk merayakan tahun baruku. Better man pun terdengar sebagai sebuah keluhan dari suara lelaki inggris ini, Robbie Williams.
Ya. Pasti aku ingin menjadi seorang lelaki. Lelaki bukan anak-anak lagi. Dan tentunya lebih baik. Melepas kesepian dengan jiwa yang lebih kuat menghadapi segala kesakitan menghadapi hidup yang makin,… entahlah makin apa. Yang aku tahu duniaku jadi lebih penuh sesak dengan masalah. Masalah satu menjadi tiga masalah baru. Dan dari tiap masalah itu muncul tiga masalah baru lagi. Lagi. Lagi dan lagi. Bayangkan harus berapa kali aku harus putar kepala menuntaskan mereka satu-satu. Dan sayangnya, tak satupun pernah kusentuh dengan kata akhir. Andai kata aku ikut sebuah MLM mungkin aku akan bergelar diamond sebab aku punya banyak cabang (kalau dulu kaki-kaki atau piramida).
Previous track. Aku ingin merasakan lagi menjadi lelaki yang lebih baik.
Huh. Susah betul bila aku telah sampai pada titik ini. Tempat ketika aku berkaca dan memandang diriku yang terlihat miskin. Miskin secara konotasi dan denotasi. Kiasan dan harfiah. Tapi tak pernah aku terima zakat bila datang hari besar. Bukan karena aku merasa tak berhak atau malu, tapi karena aku memang vegetarian. Untunglah aku vegetarian, jadi aku bisa lebih irit makan.
Pernah suatu kali aku menjadi pelayan disebuah restorant. Temanku managernya. Ia kasian melihat aku selalu berhutang padanya terus menerus tiap awal bulan untuk bayar kost –atau dia yang tak mau utangi lagi makanya menawarkan aku pekerjaan?-. menjadi pelayan ternyata melelahkan dan sangat membosankan meski kadang segar mataku memandang wanita-wanita cantik yang tiap hari makan disana. Tak bertahan lama, cukup dua hari kerja dan empat hari percobaan kerja aku keluar. Tanpa pamit ke temanku dan tanpa uang pesangon. Setalah itu tak satupun teman yang menawari aku pekerjaan. Masalah baru.
Norah Jones. Cantik. Cantik sekali lagu ini. Don’t Know Why.
Menarik aku kembali pada masa cantik. Ya, masa cantik bersama gadis cantik dengan mata yang membuyarkan lamunanku tiap malam. Membangunkan aku dengan sebuah pesan singkat tiap pagi. Sayang, bangun dong J. Kuliah. Aku tunggu ya. Muah. Ah, indah. Tapi kini ia telah entah dimana. Tak tahan ia dengan kediaman aku pada satu titik tanpa mau beranjak untuk lari mengejar mimpi.
Mimpinya sama denganku. Mimpi kami ingin menjadi seorang yang luar biasa. Berbeda dengan orang lain. Kami ingin membangun istana kami sendiri bukan dari emas atau berlian tapi dari bunga yang mekar dalam ide-ide untuk terus menemukan dan berkarya. Laksmi, nama si cantik itu, telah menemukan jalannya. Dibujuk rayunya aku untuk berlari dengannya tapi aku memilih diam dan terus bermimpi. Hanya bermimpi. Akar masalah!
Tahun lalu, aku meneguhkan hati untuk kembali seperti sediakala ketika semangat dan mimpi berjalan bersama. Telah kusiapkan agenda yang detail, rencana dan target tiap minggu dalam satu tahun. Minggu pertama, pulang kampung untuk mohon maaf sebab telah tiga kali hari raya suci aku tak pulang – aku bohong pada bapak ketika mengatakan aku sibuk kerja saat itu-. Telah ku siapkan tas ransel besar dan target hutangan. Sabtu besok aku berangkat. Rabu aku buat rencana, jumat aku kembali bermimpi. Tak jadi pulang.
Minggu kelima aku kembali buka agenda.
Target : kerja!!! (yang menghasilkan uang!!! Jangan Cuma bantuin bu kost cuci piring)
Teknik : 1. Minta joko kerjaan jadi pelayan.
2. datang ke rumah anwar, minta kerjaan jadi tukang ketik direntalnya.
3. ke Pak Kus, minta kerja jadi penjaga warnet atau wartel atau tukang parkirnya.
4. ke Ani, dengan wajah melas minta kerjaan jadi supir motor bebek pribadinya .
5. salah satu harus bisa!!!!
Target tercapai cukup dengan satu teknik. Aku sudah sumringah. Sebagai pelayan aku punya seragam. Kaos oranye dengan celana hitam serta bandana hijau. Bolak-balik aku pinjam handphon joko. Foto-foto. Hasilnya? You know-lah
Aku mulai berpikir bahwa akar dari masalahku saat itu ialah ketidakberanianku untuk keluar dari lingkaran. Lingkaran yang tiap orang punya. Bakat. Kemampuan. Kecakapan. Tiap kali ditanya apa bakat ku? Aku menjawab dengan tenang, yakin, dan penuh kobaran api; menjadi pemimpin sebuah perusahaan go publick berkelas internasional. Karena tak ada kesempatan menjadikannya nyata maka aku harus membuat sesuatu yang baru. Otakku mencari-cari bakat apa yang masih terpendam dalam diriku. Dengan yakin dan atas rachmat Tuhan Yang Maha Esa aku memilih menciptakan lingkaran baru; aku berbakat menjadi seorang penulis jenius, menjadi sentral dari angkatan baru dalam sastra. Itulah aku.
Ku tekuni buku-buku teknik menulis dan berekspresi milik perpustakaan kampus. Ku pilih genre puisi sebagai batu awal pondasi mahakaryaku. Terciptalah puisi dengan judul terbaik sebab kurasa aku terlalu kuat untuk dunia ini.


Terbaik.
Dunia inikah yang ku nanti?
Lama-lama aku diam dalam mimpi
Hanya sampai sini kaki tertatih.

Puncakkukah ini?
Kenapa begitu dangkal aku mencari.

Mereka datang mereka pergi
Aku tak bisa gerak kanan kiri.

Inikah hidupku?
Terasa beda dengan semesta yang merayu biru.

Cintakah ini?
Kenapa dusta menganga bentuk jurang buaya
Tampar pipi dengan pipi
Tampar bibir dengan bibir
Tampar laki dengan pawestri

Terbaikkah ini?
Ketika aku tak kemana, sementara dunia
Berputar satu kali dua puluh empat jam.

23 dzulhijjah

Berhari-hari setelah pusi pertama, kuciptakan sebuah cerita pendek dengan tema ketakutan seorang gadis kecil yang tinggal dengan mamanya yang pemabuk disebuah kota kecil disalah satu negara pecahan Soviet. Puisi dan cerpen itu sempat terbaca Niar, pacar kurnia, temanku, katanya cukup bagus dan dengan gesture sastrawan perlente aku katakana bahwa masih banyak karya besar akan lahir dari goresan tanganku, aku mengatakan dengan menjepit kretek menyala yang tak pernah kuhisap. Kerenkan? Sangat LAKI-LAKI!!!
Dian, seorang kawan perempuan mirip Suciwati, isrtu Alm. Munir, memberiku inspirasi. Dia telah menulis beberapa kali dalam sebuah kolom di suratkabar terkemuka nasional. Setiap kali tulisannya terbit, ia mendapat honor Rp.400.000. bayangkan saudara-saudara berapa banyak uang yang akan aku dapat melalui karya-karyaku. Dengan berekal dua karya awalku aku akan dapat Rp.800.000, apabila dalam satu minggu aku mnghasilkan sepuluh karya aku akan dapat Rp.4.000.000. Wow! Untuk kumpulan puisi terbaruku nanti, aku minta bapak Budi Darma memberikan sedikit ulasan singkat dan tentunya pujian terhadap karyaku tentu saja.
Amplop coklat itu tak pernah beranjak dari meja serbaguna di kamarku. Tak jadi aku kirim.
Sampailah aku pada tahun baruku ini. Hidup dengan mengandalkan kerja serabutan -membantu mengerjakan tugas adik kelas- ternyata cukup membuatku untuk tetap survive melawan kejamnya,… kejamnya dunia. Kadang aku bantu-bantu sedikit di warnet Pak Kus biar dapat tiga jam gratis atau sekedar nasi goreng jawa.
Tahun ini tak kubuat target dan tekniknya. Tahun ini kubuat diriku berjalan dengan angin, berlari dengan hujan sebab telah kutemukan lingkaran sejatiku. Aku ialah seorang pemimpi. Pemimpi sejati.
Corinne Bailey, Like a Star. mengalun pelan. Yes, I am.

Surabaya, 24 april 2009.

Adik Sayang.

Adik Sayang.

Sesepinya aku menjagamu
Tak sesepi ini. ketika senyap
Merenggut percaya pada kita.

Boleh jadi malam kita ubah.
Dalam nafas diri yang bara.
Tapi sadarkah kau, adik kecilku?
Malam-malam nanti bukan hanya bulan
Yang kan hantui
Tapi banyak bintang kan bergentayangan.

Jangan ucapkan puisi matahari.
Aku jaga kau dengan sepi.
Agar tak lelah kau ditelan panasnya.

Sayang, percaya itu hilang kini
Tinggal raga abu bawa kita gerak
Maju ia sampai lenyap jadi debu riak

Mari, ku gandeng tanganmu
Erat, jangan lepas.
Aku, kami, kakakmu setia menanti senyum
Mereka yang menanti ciptamu.
16 april 2009

Merapat Pagi.

Merapat Pagi.

Merapat pagi aku terima gelombang.
Singkat saja ia kata
Apakabar?
Peduli ku pada mimpi saja.

Merapat pagi panggilan datang
Pria-pria bersongkok dan yang wanita
Bermukenah
Giat betul minta-minta

Ah! Aku juga lupa.
Pura-pura lupa pada percaya.

Merapat pagi
Aku rapat dengan mimpi
Aku erat birahi

Mei 09

Terbaik.

Terbaik.

Dunia inikah yang ku nanti?
Lama-lama aku diam dalam mimpi
Hanya sampai sini kaki tertatih.

Puncakkukah ini?
Kenapa begitu dangkal aku mencari.

Mereka datang mereka pergi
Aku tak bisa gerak kanan kiri.

Inikah hidupku?
Terasa beda dengan semesta yang merayu biru.

Cintakah ini?
Kenapa dusta menganga bentuk jurang buaya
Tampar pipi dengan pipi
Tampar bibir dengan bibir
Tampar laki dengan pawestri

Terbaikkah ini?
Ketika aku tak kemana, sementara dunia
Berputar satu kali dua puluh empat jam.

(10 april 2009)

Kadang aku lupa usiamu.

Kadang aku lupa usiamu.

Sudah lima puluh lima matahari terbit-tenggelam
Kau masih saja seperti itu ;
Manis dengan senyum dan cinta penuh pada mata

Putri, aku renta.
Ya, aku renta.
Bukan lagi kias maya telaga biru
Ini aku adanya. Seluruhnya.

Aku salah berkasih padamu?

Tidak, kurasa. Mimpi-mimpi siapa yang kan tergantung?
Bagai hantu tanpa mati

Aku ingin merasa tanah.
Melayang membuat aku lelah.
Buat aku satu sikap. Satu.

Putri,
Kadang aku lupa usiamu.
Terlalukah aku berharap kau mengerti ?

(10 april 2009)