Rabu, 09 September 2009

Dia,


tambatkan beban yang kian gelap ini
aku menggelepar jadi perih senyum
menantimu.

benar memang apa katamu dulu
bahwa langit akan tetap bisu meski kau tinju ratus kali.

kini aku punya jalan sendiri.
ku ketuk ia dengan lebih bijak.
salam 3 kali, lalu ku pergi.

tak selamanya beban hanya jadi beban
kadang ia jadi bagian diri yang sepi tanpanya

ku tarik lagi udara,
lewat hidung tuju paru
ku pompa darah
menyebarlah bara yang nyalakan nyawaku.

bukan mereka yang akan menyelamatkan
tapi Dia,

-muharram,sept 09-

Mengadu aku pada asap

Berkali sudah waktu ada untukmu
tapi mengapa kau tak ada untukku
sekarang. disaat aku hendak mengambil
tongkat estafet baru

Mengadu aku pada asap

Bila kekasih telah dipinang
tak ada balas selain ijab

aku bentarkan meraja
berlayar pergi tak kembali
tiada angin. dayung ku gerak
gelombang diam. tangan ku tetak

beginilah jadinya bila kau tak mau

Aku tak ambil peduli
ikrar nanti kau tak ku pinjam
biar lega aku bicara
biar lurus jalan ku jaga

sepi memang samudra dirasa
tapi tak mengapa
bentar juga pelabuhan kan nampak

diperahu ku kini sendiri
hanya kretek dan lembar kulit kayu
masih terjaga minum kopi

Di Peluk Cahaya

(u/ Alm Hadi Siswoyo)

Alhamdulillah
terbangun juga engkau dari tidur panjang
penuh bara debu di dunia
kami datang. menangis bukan sedih
tapi iri melihat kau yangkan dipeluk cahaya

Kemarin
kau katakan ini itu jadi laku kami
lalu kau ajarkan kami bermimpi
berlari mengejarnya dan bertahan
untuk memeluknya lama

layar kami telah pasang
angin berbisik kencang
tak peduli badai senyum kami terjang
ingat jengkal katamu 'tuk menang

Bismillah
ya, tersenyumlah sekali lagi
lihat kami sekali lagi yang masih bermimpi
dan sampaikan pada mereka yang kan bertanya
bahwa Tuhan mu dan Tuhan kami sama
bahwa nabi mu dan nabi kami tak beda

Minta kami pada empunya nyawa
agar engkau dipeluk cahaya.

-muharram. sept, 09-