Senin, 14 September 2009

Didepan Kaca


Aku bosan dengar keluhan
zama-zaman berganti
satu-satu itu saja yang dikata
"aku butuh dimengerti"

prang telah merdeka
lalu apa lagi yang ditunggu?
takkan ada jawaban tanpa
serpihan darah yang runtuh
tak pernah dan tak mungkin
kan mampir bahgia
jika mimpi saja digenggam
takut saja dirasa

lawan, kawan. lawan

peluru kita lepas dari selongsong
kita lebur bersama
minta pada Tuhan

nasib bukan hanya Tuhan yang mau
karena Ia maha bijaksana
berkirimlah apa yang kau mau.
laku sesuka
hasil itulah yangkan kau terima

aku bosan dengar keluhan
dikaca ku hanya minta
lebih tampan dan kaya.

-muharram, sep 09-

Minta-minta


aku lihat nenek bungkuk
merambat berkalung kaleng

minta-minta ia
jauh-jauh ke kekota
ternyata lebih gila

aku simak gadis kecil wajah kelabu
hilir mudik tadah tangan

minta-minta ia
jauh-jauh hidup
ternyata lebih malam

ku pandang ibu dan bayi berpayung selandang kuyu
bawa gelas plastik
meringis panas matahari

minta-minta ia
jauh-jauh lahir
lebih bara siksa raga

ku lirik kakek jalan tiga kaki
tatih-tatih bawa tangan penuh receh

minta-minta ia
jauh-jauh tua
hanya untuk lebih keras kerja

aku lihat aku dikaca
pesolek betul dengan jambul lembar kanan
rokok menyempit di jari

tak minta-minta aku
tak jauh-jauh aku pergi
sedia menunggu gelap
tadah tangan orang tua

sept,09

Rabu, 09 September 2009

Dia,


tambatkan beban yang kian gelap ini
aku menggelepar jadi perih senyum
menantimu.

benar memang apa katamu dulu
bahwa langit akan tetap bisu meski kau tinju ratus kali.

kini aku punya jalan sendiri.
ku ketuk ia dengan lebih bijak.
salam 3 kali, lalu ku pergi.

tak selamanya beban hanya jadi beban
kadang ia jadi bagian diri yang sepi tanpanya

ku tarik lagi udara,
lewat hidung tuju paru
ku pompa darah
menyebarlah bara yang nyalakan nyawaku.

bukan mereka yang akan menyelamatkan
tapi Dia,

-muharram,sept 09-

Mengadu aku pada asap

Berkali sudah waktu ada untukmu
tapi mengapa kau tak ada untukku
sekarang. disaat aku hendak mengambil
tongkat estafet baru

Mengadu aku pada asap

Bila kekasih telah dipinang
tak ada balas selain ijab

aku bentarkan meraja
berlayar pergi tak kembali
tiada angin. dayung ku gerak
gelombang diam. tangan ku tetak

beginilah jadinya bila kau tak mau

Aku tak ambil peduli
ikrar nanti kau tak ku pinjam
biar lega aku bicara
biar lurus jalan ku jaga

sepi memang samudra dirasa
tapi tak mengapa
bentar juga pelabuhan kan nampak

diperahu ku kini sendiri
hanya kretek dan lembar kulit kayu
masih terjaga minum kopi

Di Peluk Cahaya

(u/ Alm Hadi Siswoyo)

Alhamdulillah
terbangun juga engkau dari tidur panjang
penuh bara debu di dunia
kami datang. menangis bukan sedih
tapi iri melihat kau yangkan dipeluk cahaya

Kemarin
kau katakan ini itu jadi laku kami
lalu kau ajarkan kami bermimpi
berlari mengejarnya dan bertahan
untuk memeluknya lama

layar kami telah pasang
angin berbisik kencang
tak peduli badai senyum kami terjang
ingat jengkal katamu 'tuk menang

Bismillah
ya, tersenyumlah sekali lagi
lihat kami sekali lagi yang masih bermimpi
dan sampaikan pada mereka yang kan bertanya
bahwa Tuhan mu dan Tuhan kami sama
bahwa nabi mu dan nabi kami tak beda

Minta kami pada empunya nyawa
agar engkau dipeluk cahaya.

-muharram. sept, 09-