Minggu, 24 Oktober 2010

Jangan Melacur Malam Ini

Dek, jangan melacur malam ini

mas dapat uang lumayan

obat buat si adik juga sudah terbeli

maka, jangan melacur malam ini.


hari ini ada juragan haji lagi selamatan

belanjaannya berkwintal aku bawa

sedang keringat ia bayar dengan lima puluh ribu

cukuplah sudah


aku tahu kau setia

biar teman-teman sesama kuli angkut

pernah menikmati tubuhmu

tapi hatimu tetap untukku.


Dek, besok kita kirim wesel buat emak

sebab tak mungkin uang yang cuma seratus lima puluh ribu itu

kita transfer lewat bank, habis ia kena pajak.

uang itu sudah ditunggu 2 bulan

dan dua bulan itu pula si mbok cuma makan nasi karak sisa tetangga

biarlah kita balas emak dengan uang yang tak seberapa


dek, si adik bangun.

teteki dia.

kau mau kemana?

bukan sudah ku bilang jangan melacur malam ini?!

oh,... buat bayar listrik dan kos.

ya sudah. ati-ati.

Muharram, okto 10

Di Bibir mu

kembali di bibirmu

aku menghela dimana harus ku berada

disamping, depan atau belakang.


aku pandang,

tetap saja tak nampak

kabut ini ternyata selalu ada.

kadang ia menjauh, mendekat atau menyatu


kembali di bibirmu

hati berkata

"apa mau dikata sedang daya tak punya"

muharram, okto 10

Membaca

aku menggenapkan hari denganmu

membacanya


sepertinya takkan berlalu

takkan berlalu dengan biasa

karena kitalah badai

kitalah lembah itu


tapi, sepertinya aku tak peduli

aku menggenapkan mimpi denganmu

membacanya


sepertinya akan berliku

akan banyak teriakan

banyak senyuman dan sentuhan



Muharram okto 10

Bapak Pedagang Buah

bapak pedagang buah

Pak, siapa yang menolongmu

ketika gerobak buahmu lebur dimakan aspal?

ketika matahari membungkus kulitmu yang melepuh

ketika kaca melukai kakimu yang pecah-pecah

tak ada, hanya kawanan tukang becak

senasip kata mereka. sepenanggungan kata mereka


tapi kau masih saja tumbuhkan jenggotmu

masih saja ku ikuti ngaji-ngaji itu

percuma,Pak!!! mereka tak bantu

bapak! tak perlu sampai hitam keningmu

bersujud tiap hari kalau hanya 'tuk jatuh

dan jatuh lagi tiap hari.


biar kita ikut sosialis saja. kita ikut mereka yang bagi beras

kasih kita kerja. suplay kita punya perut

mereka lebih ada dari pada ke-ada-an Tuhan dan ustadnya


buah yang kemarin tak laku, biar kita bagi buat yatim

mereka lebih butuh dari pada buat selamatan 100 hari ibu

ibu sudah mati!! lupakan saja. kita yang hidup!


Pak, jangan jual buah hari ini.

satpol PP sudah mengintai

kita jual saja iman yang tak seberapa ini.

kalau perlu kita jual kebangsaan kita.

muharram-, 1 Okto 10


Biduk Hitam

Biduk Hitam

aku menikah di telaga utara

yang hitamnya mengalahi hitam kopi paling hitam

malam pertama tak ada

sebab malam dan siang menyatu

dalam nafas kami yang tak kentara


sebuah biduk buat kami berpijak

mulai retak di hantam nafas

kami yang menderu

saling berlari mengejar debu


suatu hari nanti aku berjanji

pada sang biduan hati

papan-papan akan tertancap

jerami akan menyatu menutupi ketelanjangan kami

agar gelap tak menghimpit dingin


disitu. di janji itu

aku selipkan harapan dan kebohongan

sebab aku tahu pohon dan belukar takkan mampu

hidup tanpa cahaya

tapi kau masih saja percaya

kekasih, wajahmu yang tak ku tahu

ialah panorama gelap

yang meregangkan cahaya sukma

sama seperti dulu

ketika cahaya ialah kegelapan

dalam tiap rahim yang ku tinggali

aku menikahimu dengan sederhana

disaksikan debu dan Yang Esa

kekasih,

Muharram, 21 September 2010